Pertemuan COP 15 di buka dengan semangat optimistik, hal ini tercermin dari statement politik PM Denmark (Mr. Lars Lokke Rasmussen) yang menekankan bahwa semua pihak berkomitmen untuk mengambil langkah-langkah penyelamatan bumi. Sehingga diperlukan aksi dan target yang kuat untuk menyelamatkan bumi.
Hal serupa juga disampaikan oleh Sekretaris Eksekutif UNFCCC, Yvo de Boer, bahwa komitmen Kyoto Protokol post 2012 perlu dilanjutkan karena hanya Kyoto Protokol yang secara internasional dapat mengikat secara hukum tanggungjawab para pihak untuk menurunkan emisi.
Teguh Surya, salah satu delegasi WALHI untuk COP 15 di Copenhagen, mengatakan: “Delegasi RI terlihat tidak mempersiapkan dengan matang sikap Indonesia terkait dengan beberapa hal yang akan diputuskan dipertemuan ini untuk melindungi segenap kepentingan bangsa. Sehingga sangat disayangkan kesempatan ini telah disia-siakan begitu saja, bahkan ironis pemerintah Indonesia hanya menjadikan pertemuan tersebut untuk berdagang dan terjebak pada tawaran sejumlah uang atas nama perubahan iklim oleh negara Annex I.
Untuk isu financing misalnya Delegasi RI setuju dengan dana utang dan juga setuju dengan dana hibah. Begitu pula dengan desakan penurunan emisi bagi negara Annex I, dimana pemerintah terlihat bingung untuk menyatakan dengan tegas, harus dilakukan tanpa mekanisme offset.
Sementara itu menurut M. Islah, Pengkampanye Air dan Pangan WALHI, sehubungan dengan program pemerintah tentang mitigasi perubahan iklim pemerintah harus punya komitmen yang jelas dan tidak menonjolkan ego sektoral. Sehingga koordinasi lintas departemendapat dilakukan dengan baik. Ia mencontohkan, di saat Departemen Pertanian sibuk membuat perencanaan mengatasi dampak perubahan iklim terhadap keberlanjutan pangan, Departemen Kehutanan, ESDM dan Perindustrian sibuk merusak dan mempercepat terjadinya pemanasan global.
Komitmen yang kuat dari Indonesia untuk menurunkan emisi sebesar 26 % yang disampaikan oleh Presiden SBY pada pertemuan G20 ternyata tidak mendapat dukungan penuh dari departemen teknis seperti departemen kehutanan dan departemen pertanian.
Karena kedua departemen tersebut telah mematangkan rencana untuk terus membabat sedikitnya 26 juta hektar hutan alam untuk perkebunan sawit dan 23 juta meter kubik untuk mendukung kebutuhan industri bubur kertas. (***)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar